IT'S ABOUT TEALICIOUS





IT'S ABOUT TEALICIOUS

Sebut itu TEALICIOUS, kegilaan tiba-tiba pada teh yang tiada dapat terencana. Gejala ringan mulai dari gatal-gatal tak tahan, jantung berdebar tak beraturan saat melihat teh asing, hingga sanggup melakukan hal di luar nalar pada stadium akut.
Penanganan mudah, cukup sediakan akses mudah guna menuruti rasa penasaran, suplemen dari teh-teh asing luar kota, dan voilaa....'penyakit' itu akan mereda dengan sendirinya. Tapi tentunya tidak menjamin tidak akan kambuh lagi pada waktu yang sama sekali tidak bisa diprediksi.
Dan saya, adalah salah satu 'pengidap'nya. ;-)

TEH CAP TIGA ANAK

Cerita tentang perburuan teh akan aku mulai dengan Teh Cap Tiga Anak. Oke, sedikit cerita saja, Teh Cap Tiga Anak merupakan salah satu teh yang melatarbelakangi “kegilaan” ini. Betapa tidak, obsesi mengoleksi teh justru datang kurang lebih dua bulan sejak terakhir aku melihat teh ini di pasaran, hampir satu tahun yang lalu. Konyolnya, si teh yang semula mondar-mandir di pasar-pasar dan warung-warung kecil dekat rumah ini tiba-tiba hilang, lenyap dari pasaran. Nyaris punah (di area Wonosobo) mungkin lebih tepatnya. Alhasil pencarian selama kurang lebih setahun ini sebenarnya adalah untuk mencari “harta karun yang hilang” ini. Cukup sulit untuk mencari teh satu ini. Pencarian di internet pun kebanyakan merujuk pada salah satu merk minyak telon bayi, bukan pada merk teh. Ah, nyaris putus asa. Antara gregetan dan uring-uringan rasanya, mengingat sebelumnya si teh begitu gampang ditemukan.
Dan akhirnya, voilaa... si teh ini untungnya masih bercokol dengan manisnya di salah satu pasar tradisional di ujung timur Kabupaten Wonosobo. Apa sebenarnya yang spesial dengan teh ini? Mari kita “bedah” lebih lanjut.. J
Teh Cap Tiga Anak mempunyai desain yang menarik. Gambar utamanya adalah tiga orang anak kecil, dengan pakaian tradisional jaman doeloe kala, sedang bermain entah apa (gendong-gendongan mungkin ya.. :P). Yang membuatnya unik, teh ini adalah sedikit dari teh wangi merk lokal yang menampilkan gambar bertema “dolanan” (mainan tradisional) Jawa sebagai desain produknya. Didominasi dengan warna orange-putih, teh ini cukup eye catching dan tampak berbeda dengan teh-teh wangi pada umumnya. Aroma melati dari teh ini tidak begitu tajam, jadi disarankan bagi penikmat teh yang kurang menyukai wangi melati. Secara kualitas sepertinya cukup bagus, teh ini terdiri dari daun-daun yang utuh dengan sedikit remahan yang hancur.
Teh Cap Tiga Anak diproduksi oleh Perusahaan Teh Beng Tjiang Tjan Sugiwaras 4/2 Pekalongan. Setahuku daerah pemasarannya sekitar Jawa Tengah selatan bagian timur (Wonosobo, Purworejo dan sekitarnya). Harga ecerannya sekitar Rp 2000 per kemasan 40 gram. Menilik desain kemasannya, sepertinya teh satu ini sudah melalui masa produksi yang cukup lama. Permainan tradisional entah apa yang digambarkan sedang dimainkan oleh ketiga anak tersebut semoga bisa menjadi salah satu penambah wawasan generasi masa kini tentang kekayaan budaya yang kita miliki. Lain kali akan aku ceritakan teh lain yang juga mengusung tema tentang permainan tradisional, yaitu Teh Bandulan. Tunggu ya.. :)

Pernah Menyeruput Teh Terbaik Indonesia?

Selasa, 25 November 2014 | 08:35 WIB
KOMPAS/YUNIADHI AGUNGAhli teh dari Australia memotret salah satu produk teh dari perkebunan di Jawa Barat saat berlangsung acara Konferensi Teh Internasional, di Bandung, Jawa Barat, awal November 2014.

B

PERNAHKAH Anda mencicipi teh terbaik dari bumi Indonesia? Sungguh ironis, teh terbaik dari Bumi Pertiwi justru tak banyak beredar di pasar lokal. Masa kolonial telah lama berlalu, tetapi ”penjajahan” teh masih berlanjut hingga sekarang.

Imas (28) dan para pemetik teh di Kebun Teh Negara Kanaan, Ciwidey, Jawa Barat, tergolong orang-orang yang berbahagia karena bisa menikmati teh kualitas terbaik. Penghargaan mereka terhadap teh tak hanya diwujudkan dengan meminum sebanyak-banyaknya teh setiap hari.

Ketika dingin udara pegunungan Ciwidey, Jawa Barat, masih membekap pagi, Imas dan rekan-rekannya yang tinggal di bedeng karyawan pemetik teh sudah bersiap bekerja. Tak lupa memoleskan lipstik serta bedak, para perempuan ini berjalan beriringan dengan rekan pria sesama pemetik teh.

Lima tahun bekerja sebagai pemetik, Imas selalu berdandan sebelum bekerja. Di kebun, ia tak hanya menemukan pekerjaan, tapi berjumpa dengan pria pemetik teh yang kini menjadi suaminya. ”Sudah biasa dandan setiap hari. Enggak enak kalau kerja enggak dandan. Jadi senang dan semangat bekerja,” kata Imas yang terbiasa meminum hingga dua liter teh per hari.

Pemetik teh bekerja dari pukul 07.00 hingga pukul 14.00 di kebun yang jauh dari ingar-bingar kota. Mereka bekerja di bawah terik matahari dan tetap memetik teh ketika hujan lebat mengguyur bumi. ”Kalau musim hujan, tetap memetik teh. Di kebun sih rasanya hangat. Banyak berdiri. Kalau banyak minum teh, tidak sakit pinggang,” tambah Imas.

Mereka bekerja dalam satu kelompok yang terdiri dari 25 orang. Target produksi per bulan mencapai 36 ton untuk luasan 28 hektar. Suami istri atau kerabat dekat tak diperbolehkan bekerja dalam satu kelompok agar tidak mengganggu proses produksi ketika harus cuti. Dalam sehari, Imas bisa memetik 40-50 kilogram teh yang dihargai Rp 1.400 per kilogram.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNGPemetik teh di Perkebunan Teh Negara Kanaan, KBP Chakra Group, Desa Indragiri, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.
Jeda istirahat makan alias jotik pada sekitar pukul 10.00 pagi segera dimanfaatkan untuk menyantap bekal nasi plus lauk ikan pindang. Jika butuh lalapan, beberapa batang muda teh bisa dilahap bersama sambal cikur (kencur). Definisi bahagia bagi Imas pun sangat sederhana. Jika melihat tunas-tunas muda teh bermunculan, hatinya segera riang.

Imas dan kawan-kawannya merupakan ujung tombak produksi teh. Proses produksi teh-terutama pada saat pemetikan-membutuhkan banyak tenaga kerja. Pekerja seperti Imas yang begitu menikmati persentuhan dengan teh kini sulit ditemui. Di banyak negara, termasuk Jepang, kendala minimnya tenaga kerja ini menjadi salah satu penyebab anjloknya produksi.

Titik cerah

Perkebunan teh di Indonesia menyerap 320.000 pekerja dan menyumbang devisa bersih 110 juta dollar AS per tahun. Namun, produksi nasional sebesar 140.000 ton terus turun sejak 2000. Rachmat Badruddin, Ketua Dewan Teh Indonesia, menyebut penyusutan kebun teh pada angka yang sangat mengkhawatirkan, 3.000 hektar per tahun.

Bandingkan dengan produksi teh Tiongkok yang mencapai 1,93 juta ton dan terus meningkat 8,4 persen setiap tahunnya dengan luasan areal teh mencapai 38,69 juta hektar di tahun 2013. ”Sejak sepuluh tahun terakhir, produksi teh terus meningkat,” kata Secretary General China Chamber of Tea, CFNA, Cai Jun.

Sempat menduduki peringkat lima sebagai produsen teh terbesar, posisi Indonesia kini melorot menjadi ketujuh. Penurunan produksi serta luasan terjadi karena biaya produksi tinggi, sedangkan harga jual rendah. Sebanyak 46 persen kebun teh dimiliki rakyat dengan kepemilikan hanya 0,7 hektar per petani, 25 persen swasta, dan sisanya dimiliki PT Perkebunan.

Saat ini, 60 persen produksi teh dilempar ke pasar ekspor. Namun, sebagian besar teh diekspor tanpa merek sehingga dibeli murah dengan harga 1.5-1.7 dollar AS per kg. Teh Indonesia semakin tak dikenal karena hanya digunakan sebagai bahan pencampur racikan teh. Harga jual teh di pasar lokal pun tak menggembirakan karena telanjur dicap murah.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNGMinuman teh Classic Orange
Jika Imas bisa mencicipi teh kualitas terbaik dan telah lepas dari politik tanam paksa yang dulu diberlakukan Belanda ketika membangun kebun teh di era tahun 1820-an, mayoritas masyarakat Indonesia masih terjajah karena belum menikmati teh premium. Teh yang beredar di pasaran lokal kebanyakan diolah dari batang, daun tua, dan sering kali dicampur bahan non-teh.

Berupaya membangkitkan kejayaan teh, beberapa pabrik membuat terobosan dengan memproduksi hanya teh kualitas terbaik. Pemilik Perkebunan Teh Negara Kanaan, PT Kabepe Chakra, membuat inovasi dengan memproduksi teh khusus seperti white tea, grey dragon, serta teh hijau jepang seperti sencha, konacha, dan genmaicha sejak 2000.

Sebanyak 85 persen dari total 12.000 ton produksi teh Chakra dijual ke luar negeri, terutama ke Eropa. Sisanya, dijual ke pasar lokal. White tea dari Chakra dijual di Twinings Inggris dengan nama Chakra Silver Tips. Teh hijau dari Perkebunan Teh Dewata, Ciwidey, juga dibubuhi nama Dewata Grey Dragon. Chakra juga mengekspor teh sebagai bahan baku teh lipton yang dijual di Eropa dan pada kemasannya tertulis: sencha Indonesia.

Teh terbaik

Di kantor pabrik, Estate Manajer Perkebunan Teh Negara Kanaan Agus Abdul Kodir segera menyuguhkan teh hijau, teh sencha, black tea, dan oolong tea. Konon, rasa teh terbaik akan diperoleh jika diseduh dari mata air yang mengalir di perkebunan teh. Dari proses produksinya, teh dikelompokkan menjadi enam kategori, yaitu teh putih, teh hijau, teh oolong, teh hitam, teh pu erh, dan teh kuning.

Produk berkualitas baik, aman dikonsumsi, tidak mengeksploitasi pekerja, dan peduli lingkungan menjadi senjata menembus pasar ekspor. Kebun teh di Indonesia tersebar di 11 provinsi yang 80 persen di antaranya berlokasi di Jawa Barat. Selain Chakra, teh Indonesia yang menembus pasar ekspor antara lain berasal dari perkebunan Malabar, Bahbutong, dan Taloon.

”Perlu regulasi tentang kualitas pucuk teh. Di lapangan banyak beredar pucuk yang jelek. Banyak yang tidak peduli dengan kualitas pucuk. Memproduksi yang tidak kualitas tinggi, akibatnya rakyat jual pucuk kasar,” kata Teguh Kustiono, Treasurer Dewan Teh Indonesia sekaligus Direktur Chakra.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNGOza Tea House, Bandung, Jawa Barat.
Untuk bisa mengangkat kembali derajat teh Tanah Air, menurut Teguh, butuh uluran tangan dari pemerintah. Promosi generik dibutuhkan untuk mendongkrak konsumsi teh yang masih rendah, hanya 300 gram per kapita per tahun. Perkebunan rakyat harus bersatu sehingga memiliki posisi tawar yang lebih kuat.

Di sisi lain, permintaan teh dalam negeri sebenarnya terus naik. Dipicu merek teh terkenal, orang mulai suka minum teh. Karena bea masuk impor rendah, teh dari luar negeri pun turut membanjiri pasar domestik.

”Sayang sekali jika masyarakat Indonesia justru tidak bisa mendapatkan produk teh terbaik Indonesia di pasar lokal. Teh yang kualitasnya baik berbanding lurus juga dengan kandungan manfaat untuk kesehatannya,” kata Ketua Bidang Promosi Dewan Teh Indonesia Ratna Somantri. (Mawar Kusuma)
GRYPHON TEA ACADEMY
TYPES OF TEA
HOW TO BREW TEA
TEA PAIRING
TYPES OF TEAS
The world of tea is derived from a single species of plant- Camellia Sinesis. However, similar to wines, the harvest, terroir and production methods greatly affect the final tea product.

The most important factor that determines a white tea versus a green tea versus a black tea is the level of oxidation of the leaves. Simply put, the higher the oxidation level, the darker and more robust the tea. Non-caffeinated teas that do not come from the Camellia Sinesis plant are normally known as fruit and herb tisanes.

The list below shows the various types of teas.

White Tea
WHITE TEA

Least processed
Naturally dried under sunlight to retain the polyphenols.
Have the most antioxidants out of all the tea types.
Green Tea
GREEN TEA

Unoxidised
Chinese manufacturers pan-fired the leaves
Japanese manufacturers steam the leaves to maintain vivid green colour.
Black Tea
BLACK TEA

Fully oxidised
Dark in colour
More astringent in taste.
Pu’er Tea
PU’ER TEA

Can either be processed as non-oxidised or oxidised
Fermented to enhance the flavour of the tea.

TYPES OF TEAS

The world of tea is derived from a single species of plant- Camellia Sinesis. However, similar to wines, the harvest, terroir and production methods greatly affect the final tea product.
The most important factor that determines a white tea versus a green tea versus a black tea is the level of oxidation of the leaves. Simply put, the higher the oxidation level, the darker and more robust the tea. Non-caffeinated teas that do not come from the Camellia Sinesis plant are normally known as fruit and herb tisanes.
The list below shows the various types of teas.
White Tea
  • Least processed
  • Naturally dried under sunlight to retain the polyphenols.
  • Have the most antioxidants out of all the tea types.
Green Tea
  • Unoxidised
  • Chinese manufacturers pan-fired the leaves
  • Japanese manufacturers steam the leaves to maintain vivid green colour.
Black Tea
  • Fully oxidised
  • Dark in colour
  • More astringent in taste.
Pu’er Tea
  • Can either be processed as non-oxidised or oxidised
  • Fermented to enhance the flavour of the tea.


Bagaimana Menyeduh Teh?

Quote:Suhu Air & Waktu Seduh

Teh Putih: 80-95°C, selama 3-8 menit
Teh Hitam: 100°C, selama 3-5 menit
Teh Hijau: 60-90°C, selamat 3-5 menit
Teh Buah Kering: 100°C, selama 5-10 menit
Teh Herba: 100°C, selama 5-10 menit


Quote:Cara menyeduh teh yang baik & benar:
1. Panaskan air hingga mendidih
2. Seduh teh sesuai waktu seduh. diamkan, jangan diaduk**.
3. Segera sisihkan ampas.

*jangan seduh teh melebihi waktu seduhnya, rasa teh akan menjadi sangat getir dan tidak enak untuk dikonsumsi.
*senyawa tanin akan terlepas ketika teh diaduk, hal ini menyebabkan rasa yang getir & akan mengaburkan rasa asli teh sesungguhnya.
*gunakan air pengunungan atau air dari mata air untuk rasa yang lebih lezat.
**tidak berlaku untuk teh celup karena kualitas daun yang rendah.

1 sdt bisa untuk 150 - 250 mL, sesuaikan dengan kebutuhan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Takaran Thinner Dan Cat

Olok-olok Surabaya

KECAP NUSANTARA